Skip to main content

Penggemar Cheetos, Lay’s, dan Doritos di Indonesia harus siap-siap untuk patah hati. Pasalnya terhitung tanggal 18 Agustus tahun ini ketiga makanan ringan tersebut akan berhenti diproduksi dan dijual. Selain itu, selama 3 tahun kedepan tidak boleh ada perusahaan yang memproduksi, mengemas, menjual, memasarkan, atau mendistribusikan produk makanan serupa di Indonesia. Kabar ini tentu langsung ramai diperbincangkan netizen di media sosial. Sebagian merasa kecewa dan mengaku
akan merindukan ketiga makanan ringan tersebut dan sebagian juga bertanya-tanya mengapa Cheetos, Lay’s, dan Doritos harus berhenti berproduksi di Indonesia. Untuk mengetahui jawabannya, yuk simak penjelasan berikut.

Sebagai informasi, Cheetos, Lay’s, dan Doritos sebenarnya bukanlah produk dari Indonesia. Ketiga makanan ringan tersebut merupakan produk milik PepsiCo Inc. Perusahaan afiliasi PepsiCo yaitu, Fritolay Netherlands Holding B.V. (Fritolay) kemudian membentuk perusahaan patungan (joint venture) dengan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) yang diberi nama PT Indofood Fritolay Makmur (IFL). PT IFL inilah yang memproduksi, mengemas, menjual, memasarkan, dan mendistribusikan ketiga produk PepsiCo tersebut di Indonesia. Dalam perusahaan IFL, 51% saham dimiliki oleh ICBP dan 49% sisa sahamnya adalah milik Fritolay. Namun sejak bulan lalu, ICBP resmi membeli seluruh saham milik Fritolay di IFL. Tindakan ICBP tersebut
dikenal dengan nama akuisisi atau pengambilalihan.

 

Sekilas Tentang Akuisisi

Menurut Pasal 109 angka 1 UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, akuisisi atau pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut. Pengambilalihan dilakukan dengan cara membeli sebagian atau seluruh
saham milik PT. Dengan adanya akuisisi bukan berarti PT tersebut harus merubah namanya atau berakhir dan dibubarkan. Hal ini karena dalam akuisisi hanya terjadi pengalihan pengendalian atas PT tersebut sehingga status badan hukum tetap melekat. Akuisisi juga harus dilakukan dengan memperhatikan kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan, kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan, serta masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Akuisisi dapat dilakukan oleh badan hukum lain berbentuk perseroan, melalui direksi, atau langsung dari pemegang saham. Dalam hal akuisisi dilakukan oleh badan hukum berbentuk perseroan maka direksi sebelum melakukan perbuatan hukum pengambilalihan harus berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana diatur dalam Pasal 89 UUPT. Keputusan RUPS mengenai akuisisi sah apabila diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat serta memenuhi ketentuan dalam Pasal 89,
yaitu :

  1. Dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit ¾ bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾ bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
  2. Dalam hal kuorum kehadiran tidak tercapai, dapat diadakan RUPS kedua. RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit ⅔bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit ¾bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
  3. Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana tidak tercapai, perseroan dapat memohonkepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan atas permohonan perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga. Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Apabila Akuisisi dilakukan melalui direksi, pihak yang akan mengambil alih harus terlebih dahulu menyampaikan maksudnya untuk melakukan pengambilalihan kepada direksi dari perseroan yang akan diambil alih. Direksi perseroan akan melakukan akuisisi dengan persetujuan dari dewan komisaris masing-masing perseroan kemudian menyusun rancangan pengambilalihan. Rancangan tersebut harus memuat, diantaranya :

  1. Nama dan tempat kedudukan dari perseroan yang akan mengambil alih dan perseroan yang akan diambil alih.
  2. Alasan serta penjelasan direksi perseroan yang akan mengambil alih dan direksi perseroan yang akan diambil alih.
  3. Laporan keuangan untuk tahun buku terakhir dari perseroan yang akan mengambil alih dan perseroan yang akan diambil alih.
  4. Tatacara penilaian dan konversi saham dari perseroan yang akan diambil alih terhadap saham penukarnya apabila pembayaran pengambilalihan dilakukan dengan saham.
  5. Jumlah saham yang akan diambil alih.
  6. Kesiapan pendanaan.
  7. Neraca konsolidasi proforma perseroan yang akan mengambil alih setelah pengambilalihan terjadi, neraca ini harus disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
  8. Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap pengambilalihan.
  9. Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota direksi, dewan komisaris, dan karyawan dari perseroan yang akan diambil alih.
  10. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari pemegang saham kepada direksi perseroan.
  11. Rancangan perubahan anggaran dasar perseroan hasil pengambilalihan apabila ada.

Direksi perseroan yang akan melakukan pengambilalihan harus mengumumkan ringkasan rancangan diatas minimal dalam satu surat kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari perseroan yang akan melakukan akuisisi dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sebelum pemanggilan RUPS. Apabila tidak ada keberatan, rancangan yang telah disetujui tersebut kemudian dituangkan ke dalam akta pengambilalihan yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia.

Apabila pengambilalihan saham dilakukan langsung dari pemegang saham, maka ketentuan diatas tidak berlaku. Pengambilalihan saham perseroan lain langsung dari pemegang saham tidak perlu didahului dengan membuat rancangan pengambilalihan, tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan
pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar perseroan yang diambil alih.  Akta Meskipun tidak berlaku ketentuan diatas, pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham tetap wajib dinyatakan dalam akta notaris.

Meskipun terjadi akuisisi, status karyawan dari PT yang diambil alih tidak berubah. Selain itu, akuisisi juga tidak dapat dijadikan alasan terjadinya PHK terhadap karyawan karena dalam hal ini hanya terjadi perubahan pengendalian atas PT.  Dalam kasus akuisisi PT IFL, PT ICBP meminta PT IFL untuk tidak memperpanjang perjanjian lisensi dengan PepsiCo. Hal inilah yang membuat PT IFL harus menyelesaikan proses penghentian produksi dan penjualan produk dari PepsiCo selama 6 bulan sejak tanggal akuisisi dilakukan oleh PT ICBP.

Dampaknya Fritolay, PepsiCo, dan perusahaan afiliasi lainnya dilarang untuk memproduksi, mengemas, menjual, memasarkan, atau mendistribusikan produk makanan ringan di Indonesia yang bersaing dengan produk PT IFL selama 3 tahun sejak masa transisi akuisisi. Nah Sobat KH, itulah alasan kenapa Cheetos, Lay’s, dan Doritos harus berhenti diproduksi dan dijual di Indonesia.

Baca juga: Simak! Ini Ketentuan Pemindahan Kepemilikan Perusahaan

Kontak KH

Apabila Sobat KH memiliki pertanyaan mengenai legalitas PT di Indonesia atau masalah hukum lain, jangan ragu untuk
hubungi Kontrak Hukum ya! Sobat KH bisa menghubungi team kami melalui link Tanya KH.

Baca juga: Notaris Digital

Mariska

Resident legal marketer and blog writer, passionate about helping SME to grow and contribute to the greater economy.