Skip to main content

Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Namun ada kalanya PHK tidak dapat dihindari dan terpaksa dilakukan oleh Pengusaha karena berbagai faktor, misalnya alasan efisiensi perusahaan atau keadaan memaksa (force majeur) seperti yang terjadi di masa pandemi Covid-19 ini.

Menurut Undang-Undang, baik Pengusaha maupun Pekerja, sebisa mungkin memilih Pemutusan Hubungan Kerja sebagai upaya terakhir dari penyelesaian suatu masalah ketenagakerjaan. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), Pasal 151 Ayat 1 menyatakan bahwa Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi PHK. Jika PHK tidak dapat dihindari, alasan PHK harus diberitahukan oleh pengusaha kepada pekerja atau serikat pekerja.

 

Larangan Untuk Tidak Melakukan PHK

Namun ada beberapa alasan yang dibenarkan oleh UU Ketenagakerjaan jo. UU Cipta Kerja untuk melaksanakan PHK, yaitu selain karena alasan efisiensi maupun force majeur, PHK dapat dilakukan dalam hal perusahaan mengalami kerugian terus menerus semenjak 2 tahun terakhir, dan sebagainya. Terdapat pula beberapa alasan yang melarang Pengusaha melakukan PHK terhadap pekerja, yaitu:

  1. Berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus
  2. Berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
  3. Menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
  4. Menikah
  5. Hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya
  6. Mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan
  7. Mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja bersama (PKB)
  8. Mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan
  9. Berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan
  10. Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

 

Prosedur PHK

Untuk menghindari perselisihan dan hubungan yang tidak baik dengan pekerja, jika pekerja sudah diberitahu dan kemudian menolak PHK tersebut, penyelesaian PHK wajib dilakukan melalui perundingan terlebih dahulu antara pengusaha dengan pekerja (bipartit). Di dalam perundingan tersebut pengusaha dapat menjelaskan apa saja hak-hak yang akan di dapat pekerja bila di PHK, seperti uang pesangon, dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan/atau uang penggantian hak. Dalam hal perundingan bipartit tidak mendapatkan kesepakatan, PHK dilakukan melalui tahap berikutnya sesuai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Perselisihan hubungan industrial dapat terjadi karena adanya perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

Berikut ini adalah Prosedur PHK yang bisa dilakukan oleh pengusaha.

1. Perundingan Bipartit

Musyawarah ini bertujuan untuk mendapatkan pemufakatan yang dikenal dengan istilah bipartit. Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Angka 10 Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Industrial (UU PPHI). Melalui musyawarah ini, kedua belah pihak melakukan perundingan untuk menemukan solusi terbaik untuk perusahaan maupun karyawan. Berdasarkan Pasal 3 Ayat 2 UU PPHI, perundingan ini harus diselesaikan paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Jika dalam jangka waktu tersebut salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak tercapai kesepakatan, maka perundingan bipartite dianggap gagal.

2. Perundingan Tripartite

Apabila perundingan bipartit ini gagal atau Karyawan menolak berunding, maka penyelesaian yang dapat ditempuh adalah melalui jalur tripartite, yaitu mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan (Pasal 4 Ayat 1 UU PPHI). Hal ini dimaksudkan untuk menghindari menumpuknya perkara perselisihan hubungan industrial di pengadilan.

Perundingan Tripartit dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  • Mediasi

Mediasi merupakan penyelesaian perselisihan melalui musyawarah yang ditengahi oleh mediator yang netral dari pihak Depnaker. Jika mediasi berhasil, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangi oleh para pihak serta didaftar di pengadilan hubungan industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama (Pasal 13 UU PPHI). Dalam hal tidak tercapai kesepakatan, maka mediator mengeluarkan anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah disampikan kepada para pihak.

  • Konsiliasi

Konsiliasi merupakan penyelesaian perselisihan melalui musyawarah yang ditengahi oleh konsiliator yang netral dan terdaftar pada kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota. Seperti mediator, konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Jika kesepakatan tercapai maka dibuat Perjanjian Bersama, jika tidak tercapai maka konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis. Konsiliator menyelesaikan tugasnya dalam waktu paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan.

3. Pengadilan Hubungan Industrial

Jika perundingan di jalur tripartit masih buntu, penyelesaian perselisihan dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Sebagaimana Pasal 5 UUPHI mengatur yaitu dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada PHI.

PHI adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial.

Dalam tahap inilah Pengusaha mengajukan permohonan penetapan PHK secara tertulis kepada Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dengan disertai alasan yangmenjadi dasarnya. Karena tanpa adanya penetapan, maka PHK batal demi hukum.

Perjanjian atau Kesepakatan Bersama

Jika proses musyawarah di tingkat bipartit telah mencapai suatu kesepakatan, maka sebaiknya dituangkan di dalam Perjanjian Bersama. Hal ini juga berlaku, apabila kesepakatan baru dicapai di tingkat mediasi atau konsiliasi dengan bantuan Disnaker.

Perjanjian Bersama harus ditandatangani oleh kedua belah pihak dan didaftarkan ke PHI setempat. Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran. Perjanjian ini mengikat dan menjadi hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak.

Di dalam Perjanjian Bersama, pihak Pengusaha menuangkan alasan dilakukannya PHK dan hak-hak yang akan diterima oleh karyawan. Dengan membuat Perjanjian Bersama, berarti para pihak baik Pengusaha dan Karyawan telah setuju dengan keputusan PHK ini dan bersedia untuk menjalankan kewajibannya pasca Perjanjian Bersama ditandatangani. Kewajiban yang harus dipenuhi dari sisi pengusaha adalah memberikan uang pesangon atau uang penghargaan masa kerja, sedangkan kewajiban dari sisi pekerja adalah menjaga rahasia dan nama baik perusahaan.

Kontak KH

Dalam hukum ketenagakerjaan, para pekerja dapat dipekerjakan oleh perusahaan berdasarkan  Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

Untuk memenuhi dan mentaati peraturan tersebut, ada baiknya dalam membuat perjanjian kerja menggunakan jasa pihak ketiga yang memahami seluk beluk PKWT dan PKWTT. Hal tersebut berguna untuk menjamin perlindungan hak-hak pekerja dan meminimalisir masalah yang akan muncul untuk bisnis Anda.

Jika Anda bingung dalam membuat PKWT dan PKWTT, jangan ragu untuk menghubungi Kontrak Hukum. Kami akan membantu dalam pembuatan perjanjian kerja dan akan memberikan layanan terbaik untuk bisnis Anda.

Kunjungi dan hubungi:

Mariska

Resident legal marketer and blog writer, passionate about helping SME to grow and contribute to the greater economy.