Skip to main content

Sebagai pelaku usaha, pernahkah kamu membayangkan jika merek-mu yang sudah terdaftar dan punya peran sebegitu esensialnya dalam bisnis tapi tiba-tiba dihapus dan dianggap tidak mendapatkan perlindungan lagi secara hukum?

Ya, seperti yang terjadi pada IKEA, dimana pada 6 Februari 2016 lalu, merek IKEA milik Inter Ikea System B.V. dinyatakan dihapus dan IKEA menjadi milik PT Ratania Khatulistiwa untuk kelas 20 dan 21.

Dihapusnya merek IKEA milik Inter Ikea System B.V. tersebut berdasarkan Putusan Mahkamah Agung (MA) yang menguatkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Padahal, Inter Ikea System B.V. telah mendaftarkan merek IKEA di Indonesia sejak lama.

Lantas, apakah benar merek yang sudah terdaftar dapat dihapus? Mengapa dan bagaimana ketentuan penghapusan merek tersebut? Biar nggak bingung, simak penjelasan selengkapnya berikut.

Bagaimana Ketentuan Penghapusan Merek?

Menurut Pasal Undang-Undang No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek), hak atas merek diperoleh setelah merek tersebut terdaftar.

Adapun hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek yang terdaftar untuk jangka waktu 10 tahun (dapat diperpanjang). Pemilik merek dapat menggunakan sendiri mereknya atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya (lisensi).

Nah, meski merek yang sudah terdaftar mendapat perlindungan hukum, namun merek terdaftar bisa dihapus karena tiga alasan. Dimana menurut UU Merek, suatu merek terdapat dihapus:

  1. Atas permintaan pemilik merek
  2. Dihapus oleh Menteri; atau
  3. Atas permintaan pihak lain

Penghapusan Merek oleh Pemilik

Menurut Pasal 72 ayat (1) UU Merek, penghapusan merek terdaftar dapat diajukan oleh pemilik merek kepada Menteri. Permohonan penghapusan tersebut dapat diajukan sendiri atau melalui kuasanya.

Jika merek yang akan dihapus masih terikat perjanjian lisensi, maka penghapusan hanya dapat dilakukan jika disetujui secara tertulis oleh penerima lisensi. Hal itu dikecualikan jika dalam perjanjian lisensi, penerima lisensi dengan tegas menyetujui untuk mengesampingkan adanya persetujuan tersebut.

Penghapusan Merek oleh Menteri

Menurut Pasal 72 ayat (6) UU Merek, penghapusan merek terdaftar dapat dilakukan atas prakarsa menteri karena alasan sebagai berikut:

  1. Memiliki persamaan dengan indikasi geografis
  2. Bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum
  3. Memiliki kesamaan pada keseluruhannya dengan ekspresi budaya tradisional, warisan budaya takbenda, atau nama/logo yang sudah merupakan tradisi turun temurun

Penghapusan tersebut dapat dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari Komisi Banding Merek.

Penghapusan Merek oleh Pihak Lain

Menurut Pasal 74 ayat (1) UU Merek, penghapusan merek terdaftar dapat pula diajukan oleh pihak lain dalam bentuk gugatan ke Pengadilan Niaga.

Penghapusan oleh pihak lain bisa dilakukan dengan alasan merek tersebut tidak digunakan selama tiga tahun berturut-turut dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir.

Alasan merek tidak digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal adanya:

  1. Larangan impor;
  2. Larangan yang berkaitan dengan izin bagi peredaran barang yang menggunakan merek bersangkutan atau keputusan dari pihak berwenang yang bersifat sementara; atau
  3. Larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Lalu, Apa yang Bisa Dilakukan Jika Merek Dihapus?

Apabila pemilik merek merasa keberatan atas penghapusan merek oleh menteri, maka dapat melakukan suatu upaya hukum yaitu mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) (Pasal 73 ayat (1) UU Merek).

Perlu diketahui, gugatan yang diajukan kepada PTUN merupakan gugatan administratif. Sehingga segala hal termasuk didalamnya adalah gugatan Tata Usaha Negara (TUN) yang didasarkan pada Undang-Undang No 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang PTUN.

Dalam UU PTUN, yang menjadi sengketa TUN adalah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). Berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU PTUN menyatakan bahwa, KTUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Sehingga apabila dikaitkan dengan penghapusan merek oleh menteri sebagaimana disebutkan di atas, dapat dimaknai bahwa keputusan penghapusan merek tersebut merupakan KTUN.

Oleh karena itu, maka pemilik hak merek terkait dapat menggugat kepada PTUN apabila tidak menerima keputusan penghapusan merek terdaftar miliknya.

Selain itu, apabila pemilik merek masih merasa keberatan terhadap putusan PTUN dimungkinkan untuk menempuh upaya hukum lanjutan yaitu dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (Pasal 73 ayat (2) UU Merek).

BACA JUGA: Membuat Merek Dagang, Apa Saja Hal Yang Perlu Diperhatikan?

Adanya ketentuan tersebut dalam UU Merek memberikan perlindungan hukum bagi pemegang hak merek yang mereknya dihapus. Hal tersebut setidaknya dapat memberikan pemegang hak merek untuk mendapatkan asas kepastian terhadap keberlakuan mereknya.

Kontak KH

Demikian penjelasan seputar penghapusan merek beserta alasan dan ketentuannya. Bagi Sobat KH yang masih ragu dan memiliki pertanyaan seputar merek, bisa konsultasikan saja dengan Kontrak Hukum.

Bersama konsultan HKI yang berkompeten dan terdaftar di DJKI Kemenkumham, kamu dapat berkonsultasi apakah merek yang dimiliki memenuhi persyaratan atau tidak, dihapus oleh menteri/pihak lain atau tidak, hingga mengajukan upaya hukum jika merek milikmu dihapus.

Yuk, lindungi merek bisnismu secara aman dengan kunjungi laman Layanan KH – Merek. Jika ada pertanyaan seputar HAKI dan kebutuhan bisnis lainnya, silakan konsultasi gratis di Tanya KH ataupun mengirimkan direct message (DM) ke Instagram @kontrakhukum.

Mariska

Resident legal marketer and blog writer, passionate about helping SME to grow and contribute to the greater economy.