Skip to main content

Bisnis makanan kini menjadi salah jenis usaha yang diminati oleh pelaku usaha. Faktor pandemi yang membuat orang lebih banyak menghabiskan waktu dirumah membuat orang juga mudah mengalami kebosanan. Akibatnya, banyak orang yang kemudian memilih untuk membeli makanan untuk dikonsumsi. Hal inilah yang membuat bisnis makanan menjadi bisnis yang “dilirik” oleh pelaku usaha. Ketika seseorang menjual makanan maka pelaku usaha tentu wajib memiliki izin edar terlebih dahulu. Hal ini juga tertuang dalam Pasal 91 UU Pangan yang menyebutkan, dalam hal pengawasan keamanan, mutu, dan gizi, setiap pangan olahan yang dibuat di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran wajib memiliki izin edar.

Di Indonesia, izin edar yang berlaku sendiri terbagi menjadi dua, yaitu Izin Edar BPOM dan SPP-IRT. Meskipun sama-sama berfungsi sebagai izin edar, Izin Edar BPOM dan SPP-IRT adalah dua legalitas yang berbeda. Nah, untuk mengetahui apa itu Izin Edar BPOM dan SPP-IRT, cara memperolehnya, dan perbedaan dari kedua izin edar tersebut, Kontrak Hukum akan membahasnya dalam artikel berikut ini.

Definisi Izin Edar BPOM dan SPP-IRT

Izin Edar BPOM adalah persetujuan hasil penilaian pangan olahan yang diterbitkan oleh kepala badan dalam rangka peredaran pangan olahan. Sedangkan, Sertifikat Produksi Pangan-Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh bupati/walikota terhadap pangan produksi IRTP di wilayah kerjanya yang telah memenuhi persyaratan pemberian SPP-IRT dalam rangka peredaran pangan produksi IRTP.

Jenis Olahan Izin Edar BPOM

Izin edar wajib dimiliki oleh setiap pangan olahan yang diproduksi di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran. Selain itu, izin edar juga wajib dimiliki untuk makanan :

  • Pangan fortifikasi.
  • Pangan SNI wajib.
  • Pangan program pemerintah.
  • Pangan yang ditujukan untuk uji pasar.
  • Bahan tambahan pangan (BTP).

Namun, izin edar dikecualikan untuk beberapa jenis pangan olahan, diantaranya :

  • Pangan Olahan yang diproduksi oleh industri rumah tangga Pangan;
  • Pangan Olahan yang mempunyai masa simpan kurang dari 7 (tujuh) hari;
  • Pangan Olahan yang diimpor dalam jumlah kecil untuk keperluan:1. Sampel dalam rangka pendaftaran;2. Penelitian;3. Konsumsi sendiri;
  • Pangan Olahan yang digunakan lebih lanjut sebagai bahan baku dan tidak dijual secara langsung kepada konsumen akhir;
  • Pangan Olahan yang dikemas dalam jumlah besar dan tidak dijual secara langsung kepada konsumen akhir;
  • Pangan yang dijual dan dikemas langsung di hadapan pembeli dalam jumlah kecil sesuai permintaan konsumen;
  • Pangan siap saji; dan/atau
  • Pangan yang hanya mengalami pengolahan minimal (pasca panen) meliputi pencucian, pengupasan, pengeringan, penggilingan, pemotongan, penggaraman, pembekuan, pencampuran, dan/atau blansir serta tanpa penambahan BTP, kecuali BTP untuk pelilinan.

Jenis Olahan SPP-IRT

SPP-IRT diberikan untuk pangan olahan hasil produksi industri rumah tangga yang diedarkan dalam kemasan eceran dan berlabel. Jenis olahan makanan produksi industri rumah tangga yang dimaksud, diantaranya:

  1. Hasil olahan daging kering (dendeng daging, kerupuk kulit, dan sejenisnya).
  2. Hasil olahan ikan kering (ebi, terasi kering, ikan asin, dan sejenisnya).
  3. Hasil olahan unggas kering (kulit ayam goreng, abon ayam, dan sejenisnya).
  4. Hasil olahan sayur (acar, jamur kering, manisan rumput laut, dan sejenisnya).
  5. Hasil olahan kelapa (geplak, serundeng kelapa, dan sejenisnya).
  6. Tepung dan hasil olahannya (biskuit, kue kering, makaroni goreng, moci, rempeyek, pangsit dan sejenisnya).
  7. Minyak dan lemak (minyak kelapa, minyak wijen, dan sejenisnya).
  8. Selai, jeli, dan sejenisnya (jeli agar, marmalad, srikaya, cincau, dan sejenisnya).
  9. Gula, kembang gula, dan madu (permen, cokelat, gulali, madu, sirup, dan sejenisnya).
  10. Kopi dan teh kering (kopi bubuk, teh hijau, dan sejenisnya).
  11. Bumbu (bumbu masakan kering, kecap, saos, sambal, bumbu kacang, dan sejenisnya).
  12. Rempah-rempah (jahe kering/bubuk, lada putih/hitam kering/bubuk, dan sejenisnya).
  13. Minuman serbuk (minuman serbuk kopi, minuman serbuk berperisa, dan sejenisnya).
  14. Hasil olahan buah (keripik buah, asinan buah, pisang sale, dan sejenisnya).
  15. Hasil olahan biji-bijian, kacang-kacangan, dan umbi-umbian (rengginang, emping, kacang goreng, kwaci, opak, dan sejenisnya).

Pengecualian SPP-IRT

Khusus untuk jenis pangan yang wajib fortifikasi dan pangan berklaim maka harus didaftarkan untuk mendapatkan izin edar. Artinya, terdapat pengecualian olahan pangan yang tidak bisa menggunakan izin ini meskipun diproduksi oleh industri rumahan. Makanan yang dimaksud, diantaranya :

  • Produk yang diproses dengan sterilisasi komersial (pasteurisasi).
  • Produk makanan beku (frozen food) yang penyimpanannya memerlukan lemari pembeku.
  • Produk diet khusus dan pangan keperluan medis khusus (MP-ASI, booster ASI, formula bayi, formula lanjutan, pangan untuk penderita diabetes).
  • Produk industri rumah tangga yang berada di luar negeri (impor).

Cara Memperoleh Izin Edar BPOM

Untuk memperoleh izin edar, pelaku usaha dapat mengajukan permohonan secara langsung atau elektronik dengan mengisi formulir dan melengkapi dokumen persyaratan, diantaranya :

  1. NPWP.
  2. Izin usaha dibidang produksi pangan.
  3. Hasil audit sarana produksi atau Piagam PMR atau Sertifikat CPPOB
  4. Akta Notaris Pendirian Perusahaan.
  5. Surat kuasa untuk melakukan pendaftaran pangan olahan jika diwakilkan.

Khusus untuk pangan olahan impor terdapat beberapa persyaratan dokumen tambahan yang harus dilengkapi, yaitu

  1. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Angka Pengenal Impor (API) atauSurat Penetapan sebagai Importir Terdaftar (IT) untuk Minuman Beralkohol.
  2. Hasil audit sarana distribusi.
  3. Sertifikat GMP/HACCP/ISO 22000/Piagam PMR/sertifikat serupa yang diterbitkan oleh lembaga berwenang/terakreditasi dan/atau hasil audit dari pemerintah setempat.
  4. Surat Penunjukan dari perusahaan asal di luar negeri.
  5. Sertifikat Kesehatan atau Sertifikat Bebas Jual.

Selanjutnya, BPOM akan melakukan penilaian. Hasil penilaian dapat berupa permintaan kelengkapan/klarifikasi data, penolakan, atau persetujuan. Jika hasil keputusan berupa persetujuan pendaftaran, maka akan diterbitkan Izin Edar Pangan Olahan.

Cara Memperoleh SPP-IRT

Untuk dapat memperoleh SPP-IRT pelaku usaha harus terlebih dahulu melakukan permohonan ke unit pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) di kota/kabupaten tempat usaha dilakukan. Permohonan dilakukan dengan cara mengisi formulir serta melampirkan dokumen lain, seperti surat keterangan atau izin usaha dari camat/lurah/kepala desa, rancangan label pangan, sertifikat penyuluhan keamanan pangan, denah serta foto lokasi produksi. PTSP kemudian akan melakukan pemeriksaan terhadap formulir dan dokumen pemohon.

Setelah formulir dan dokumen telah lolos dalam pemeriksaan administrasi, tenaga pengawas pangan kabupaten/kota akan melakukan pemeriksaan sarana produksi pangan IRT milik pemohon. Jika hasil pemeriksaan sarana produksi menunjukkan bahwa IRTP masuk level I – II maka dinas kesehatan akan memberikan rekomendasi SPP-IRT. Bupati/walikota melalui PTSP kemudian akan menyerahkan SPP-IRT kepada pemohon yang telah memenuhi persyaratan.

Masa Berlaku

Izin Edar berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang melalui pendaftaran ulang 10 hari sebelum masa izinnya habis. Pangan olahan yang masa berlaku izinnya telah habis dilarang diproduksi dan/atau diedarkan. Namun, jika izin edar pangan olahan tersebut masih dalam proses pendaftaran ulang atau telah memperoleh perpanjangan izin edar, produk dapat beredar paling lama 6 (enam) bulan sejak izin edarnya tidak berlaku.

SPP-IRT berlaku selama 5 tahun terhitung sejak diterbitkan dan dapat diperpanjang melalui permohonan SPP-IRT paling lambat 6 bulan sebelum masa berlaku SPP-IRT berakhir. Apabila masa berlaku SPP-IRT telah berakhir, maka makanan yang diproduksi dilarang untuk diedarkan.

Tabel Perbedaan Izin Edar BPOM dan SPP-IRT
KriteriaIzin Edar BPOMSPP-IRT
DefinisiIzin edar yang diterbitkan untuk seluruh jenis olahan pangan agar bisa diperdagangkan.Izin edar yang diterbitkan untuk industri pengolahan makanan rumah tangga.
Kewenangan Menerbitkan IzinBadan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)Pemerintah Daerah (Walikota/Bupati).
PeruntukanSeluruh olahan pangan kecuali yang termasuk dalam industri rumah tangga.Jenis olahan makanan produksi industri rumah tangga, kecuali pangan yang wajib fortifikasi dan pangan berklaim.
Masa Berlaku5 tahun dan dapat diperpanjang 10 hari sebelum masa izin edar berlaku habis.5 tahun dan dapat diperpanjang 6 bulan sebelum masa SPP-IRT berlaku habis.
LabelBPOM RI MD (untuk produk olahan dalam negeri) atau BPOM RI ML (untuk produk olahan dari luar negeri).P-IRT.

 

Kontak KH

Nah, Sobat KH itulah penjelasan mengenai perbedaan dari izin edar BPOM dan SPP-IRT. Pada intinya, setiap olahan pangan apapun harus memiliki izin untuk diperdagangkan, yaitu berupa izin edar BPOM atau SPP-IRT. Namun, perlu diingat bahwa SPP-IRT hanya digunakan sebagai izin edar untuk industri makanan yang berskala kecil/rumahan atau usaha mikro kecil. Ketika bisnis yang dimiliki Sobat KH telah berkembang dan berubah skala menjadi besar, maka SPP-IRT tidak lagi berlaku dan Sobat KH perlu mengurus izin edar yang baru berupa izin edar BPOM.

Jika Sobat KH masih memiliki pertanyaan mengenai izin edar, membutuhkan bantuan untuk memenuhi legalitas milik Sobat KH, atau ingin berkonsultasi mengenai bisnis, legalitas usaha, dan masalah hukum lainnya, jangan ragu untuk menghubungi Kontrak Hukum di link berikut Tanya KH atau melalui media sosial instagram kami @kontrakhukum ya, Kontrak Hukum siap membantu dan memberikan solusi terbaik.

Mariska

Resident legal marketer and blog writer, passionate about helping SME to grow and contribute to the greater economy.