Skip to main content

Dalam berbisnis atau bahkan dalam menjalankan rutinitas pekerjaan sehari-hari, Sobat KH mungkin sering diminta untuk membuat atau menyetujui suatu perjanjian. Tapi, tahukah Sobat KH apa saja syarat sah perjanjian di mata hukum Indonesia?

Ya, berdasarkan Kitab UU Hukum Perdata (KUHPer) yang berlaku sebagai dasar hukum perjanjian di Indonesia, pada dasarnya para pihak diberi kebebasan untuk menentukan isi perjanjian yang disepakati.

Namun, kebebasan tersebut tidak menghilangkan kewajiban para pihak untuk tetap mematuhi ketentuan yang berlaku. Dimana pihak-pihak yang terlibat perlu memperhatikan apakah surat perjanjian yang dibuat atau disetujui telah memenuhi syarat sah perjanjian.

Lantas, apa saja syarat sahnya perjanjian yang harus dipenuhi ketika membuat surat perjanjian? Dibawah ini kami akan menjabarkan secara detail mengenai-mengenai syarat-syarat yang membuat suatu perjanjian dianggap sah di mata hukum yang berlaku. Simak sampai akhir, ya!

Apa Itu Perjanjian?

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai syarat sah perjanjian, pertama-tama perlu diketahui terlebih dahulu mengenai apa itu pengertian perjanjian.

Perjanjian menurut rumusan Pasal 1313 KUHPer didefinisikan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Subekti (1984) juga mendefinisikan perjanjian sebagai suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang atau lebih telah sepakat saling mengikatkan diri terhadap suatu hal, maka itu sudah bisa disebut perjanjian.

Perjanjian antara dua pihak atau lebih tersebut juga akan menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak sehingga jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dengan sukarela, pihak yang lain dapat mengenakan sanksi sesuai dengan isi perjanjian atau menuntut pihak yang melanggar perjanjian di pengadilan.

Oleh karena itu setelah perjanjian dibuat, maka seluruh pihak yang terikat dalam perjanjian berkewajiban untuk mentaati kesepakatan dalam perjanjian tersebut.

Perjanjian biasanya dibuat sebagai bukti bahwa telah terjadi kesepakatan antara kita dengan rekan bisnis atau pihak lainnya. Contoh dari perjanjian misalnya perjanjian atas jual beli, sewa menyewa, bahkan perjanjian pinjam meminjam.

Apa Saja Syarat Sah Perjanjian?

Suatu perjanjian bisa dikatakan sah secara hukum jika memenuhi syarat sah perjanjian. Menurut Pasal 1320 KUHPer, terdapat empat syarat sah perjanjian yang harus dipenuhi ketika membuat perjanjian. Berikut penjelasannya:

Kesepakatan Para Pihak

Dalam membuat suatu perjanjian, Sobat KH harus mencapai kesepakatan para pihak atas hal-hal yang diperjanjikan. Kesepakatan yang dimaksud disini adalah kesepakatan tersebut lahir dari kehendak para pihak tanpa ada unsur kekhilafan, paksaan, atau penipuan.

Sebagai contoh, jika seorang pembeli menyepakati perjanjian jual-beli tanah atas dasar paksaan oleh pihak penjual atau pihak lain, maka adanya unsur paksaan tersebut dapat dijadikan argumen bagi pihak yang dirugikan untuk mengajukan pembatalan atas perjanjian jual beli tersebut.

Kecakapan Para Pihak

Istilah kecakapan yang dimaksud dalam hal ini berarti wewenang para pihak untuk membuat perjanjian. KUHPer menentukan bahwa setiap orang dinyatakan cakap untuk membuat perjanjian, kecuali jika menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap.

Menurut Pasal 1330 KUHPer, orang-orang yang dinyatakan tidak cakap adalah mereka yang:

  • Belum dewasa, berarti mereka yang belum berusia 21 tahun atau belum menikah
  • Berada dibawah pengampuan, adapun menurut Pasal 433 KUHPer seseorang dianggap berada dibawah pengampuan apabila orang tersebut dalam keadaan sakit jiwa, memiliki daya pikir yang rendah, serta orang yang tidak mampu mengatur keuangannya sehingga menyebabkan keborosan yang berlebih

Kecakapan yang dimaksud tidak terbatas pada individu, melainkan juga meliputi wewenang seseorang dalam menandatangani perjanjian, seperti di PT atau badan hukum lainnya.

Adanya Objek Perjanjian

Suatu perjanjian harus memiliki objek yang jelas. Objek tersebut tidak hanya berupa barang dalam bentuk fisik, namun juga dapat berupa jasa yang dapat ditentukan jenisnya.

Sebagai contoh, dalam suatu perjanjian jual beli, Pak Rudi berniat menjual mobil Alphard berwarna hitam yang diproduksi tahun 2015 kepada Pak Santo dengan harga Rp750 juta. Dalam perjanjian, Pak Rudi secara jelas menyatakan barang apa yang akan dijual beserta, jenis, harga, dan spesifikasi barang tersebut.

Sebab yang Halal

Sebab yang halal berhubungan isi perjanjian itu sendiri, dimana perjanjian tersebut dibuat berdasarkan tujuan yang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Sehingga, perjanjian yang dibuat berdasarkan sebab yang tidak benar atau dilarang membuat perjanjian tersebut tidak sah.

Sebab yang tidak halal adalah sebab yang dilarang oleh undang-undang, berlawanan dengan norma kesusilaan atau ketertiban umum. Contoh dari perjanjian yang sebabnya tidak halal adalah ketika seseorang melakukan perjanjian judi.

Apa Akibat Jika Melanggar Syarat Sah Perjanjian?

Keempat syarat sah perjanjian yang telah dijabarkan sebelumnya memiliki dua kategori, yakni syarat subjektif dan syarat objektif.

Dari keempat syarat sah perjanjian, yang termasuk ke dalam syarat subjektif adalah kesepakatan dan kecakapan para pihak. Sedangkan adanya objek perjanjian dan sebab yang halal merupakan syarat objektif.

Tidak dipenuhinya syarat sah perjanjian akan berujung pada pembatalan perjanjian. Namun, pembatalan perjanjian ini dibagi dua berdasarkan kategori syarat sah perjanjian:

Apabila para pihak tidak memenuhi syarat subjektif

Maka konsekuensinya adalah perjanjian yang telah dibuat dapat dibatalkan atau voidable. Artinya, salah satu pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan permohonan pembatalan kepada hakim. Namun, perjanjian tersebut tetap mengikat para pihak sampai adanya putusan dari hakim mengenai pembatalan tersebut.

Apabila para pihak tidak memenuhi syarat objektif

Maka perjanjian tersebut dianggap batal demi hukum atau null and void. Artinya, perjanjian ini dianggap tidak pernah ada sehingga tidak akan mengikat para pihak.

Untuk itu, sebelum membuat dan menyetujui perjanjian dalam transaksi, Sobat KH perlu memenuhi keempat syarat sah perjanjian di atas agar perjanjian tersebut dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh para pihak.

BACA JUGA: Cari Tau Soal Wanprestasi Dalam Perjanjian!

Tentunya, pengaturan tersebut ditujukan untuk memperjelas sebuah kerja sama atau transaksi, serta menghindari kerugian pada pihak manapun di kemudian hari.

Kontak KH

Dari penjelasan diatas, perjanjian yang disepakati tidak boleh dibuat dan dilakukan dengan asal-asalan, karena sudah ada ketentuan hukum yang mengatur tentang hal tersebut, salah satunya syarat sah perjanjian.

Syarat sah perjanjian penting diketahui agar memiliki kekuatan hukum. Kekuatan hukum dalam sebuah perjanjian berfungsi sebagai pelindung agar tidak menimbulkan kerugian bagi para pihak yang melakukan kesepakatan.

Nah, jika Sobat KH masih ragu atau mengalami kesulitan dalam membuat perjanjian, bisa serahkan saja pada Kontrak Hukum.

Kami menyediakan layanan pembuatan perjanjian termurah dan terlengkap, serta tentunya memenuhi syarat sah perjanjian yang sesuai dengan hukum yang berlaku sehingga Sobat KH tak perlu lagi khawatir dengan kepatuhan surat perjanjian dari Kontrak Hukum.

Adapun layanan pembuatan perjanjian yang kami sediakan, antara lain:

  • Perjanjian Ketenagakerjaan
  • Perjanjian Kerja Sama
  • Perjanjian Teknologi (Platform)
  • Perjanjian Investasi
  • Perjanjian Distribusi
  • Perjanjian Event
  • Perjanjian Sewa Menyewa

Sangat lengkap, bukan? Segera kunjungi laman Layanan KH – Perjanjian atau jika ada pertanyaan lainnya seputar perjanjian, jangan ragu untuk konsultasikan dengan kami di  Tanya KH, ataupun mengirim Direct Message (DM) ke Instagram Kontrak Hukum @kontrakhukum.

Mariska

Resident legal marketer and blog writer, passionate about helping SME to grow and contribute to the greater economy.