Skip to main content

Bisnis waralaba merupakan salah satu peluang usaha yang bisa dimulai dengan modal kecil dan pengelolaan yang anti-ribet. Sehingga tak mengherankan bisnis waralaba atau yang dikenal dengan franchise ini masih ramai diminati oleh pelaku usaha dari berbagai kalangan.

Berbagai jenis bisnis franchise dapat dengan mudah ditemui, mulai dari minuman kekinian, korean street food, minimarket, hingga laundry.

Adapun waralaba atau franchise adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.

Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan No 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba (Permendag 71/2019).

Beranjak dari definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa perjanjian merupakan elemen penting dalam bisnis franchise. Jadi, tanpa adanya perjanjian, maka bisnis franchise dapat dikatakan ilegal karena tidak memiliki izin usaha.

Nah lho, kok bisa? Bagaimana kaitannya dan apa pentingnya perjanjian dalam bisnis franchise? Simak penjelasan selengkapnya disini.

Perjanjian dan Legalitas Bisnis Franchise

Ibarat sebuah bangunan, untuk tetap kokoh tentu memerlukan fondasi yang kuat. Sama halnya dengan pelaksanaan bisnis franchise, tentu memerlukan dasar fondasi yang kuat dalam bentuk perjanjian. Sebab, perjanjian merupakan dasar kesepakatan untuk pelaksanaan bisnis franchise.

Dalam hal ini, perjanjian waralaba atau franchise didefinisikan sebagai perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba atau pemberi waralaba lanjutan dengan penerima waralaba lanjutan (Pasal 1 angka 8 Permendag 71/2019).

Ketentuan lain yang mengatur akan pentingnya perjanjian ditunjukkan dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah No 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, yang menyatakan bahwa bisnis franchise diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia.

Selain itu, perjanjian dalam bisnis franchise memiliki peran yang penting dalam penerbitan izin usaha, yaitu Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW).

Sebagai tambahan, pemberi waralaba disebut juga sebagai franchisor. Sementara bagi penerima waralaba dikenal dengan franchisee.

Manfaat Membuat Perjanjian Franchise

Kepercayaan adalah elemen penting saat membicarakan kerja sama bisnis, termasuk bisnis franchise. Namun hubungan kerja sama ini tidak dapat dijalankan hanya dengan asas kepercayaan saja, karena tak ada yang dapat memprediksi apa yang akan terjadi nantinya terutama di dunia bisnis.

Oleh karena itu, perjanjian franchise dibuat untuk melindungi bisnis dari risiko yang mungkin terjadi di kemudian hari. Selain itu, perjanjian franchise juga memiliki beberapa tujuan dan manfaat lainnya seperti:

  1. Menjamin berfungsinya keamanan dan mekanisme bisnis yang efisien dan lancar bagi setiap pihak yang terlibat,
  2. Melindungi berbagai suatu jenis usaha, khususnya bisnis franchise yang dijalankan oleh pihak satu dengan yang lainnya,
  3. Sebagai alat untuk memantau dan mengontrol apakah pihak yang terlibat sudah melakukan apa telah dijanjikan atau belum, ataukah malah melanggar hal-hal yang telah disepakati dalam perjanjian,
  4. Mencegah timbulnya masalah di kemudian hari karena masing-masing pihak dapat mengetahui hak dan kewajibannya, serta mendukung kelancaran pelaksanaan bisnis,
  5. Sebagai alat bukti jika terjadi perselisihan.

BACA JUGA: Kenali Cara Membuat Franchise dan Prosedurnya

Pada intinya, perjanjian franchise yang baik harus melindungi kepentingan kedua pihak dan melanggengkan kerja sama secara baik, sehingga menghindari pihak franchisor maupun franchisee dari konflik.

Syarat Membuat Perjanjian Franchise

Perjanjian franchise yang baik tentu harus dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku. Ketentuan syarat perjanjian ini diatur dari dua sisi, baik secara umum maupun khusus.

Adapun syarat perjanjian secara umum dapat mengacu pada ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang meliputi:

  1. Adanya kesepakatan berupa isi atau klausul perjanjian
  2. Umur para pihak yang terlibat sudah mencapai minimal 18 tahun atau sudah pernah melakukan perkawinan (sudah dewasa menurut hukum)
  3. Mengenai hal tertentu, dalam hal ini mengenai waralaba atau franchise
  4. Suatu klausa halal, tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum

Sementara itu, syarat khusus sebelum membuat perjanjian dapat dilihat dari kriteria untuk menjalankan bisnis franchise, yang meliputi:

  1. Memiliki ciri khas bisnis
  2. Terbukti sudah memberi keuntungan dan memiliki pengalaman setidaknya lima tahun serta memiliki kiat bisnis untuk mengatasi persoalan usaha
  3. Memiliki standar atas penawaran barang dan/atau jasa yang dibuat secara tertulis
  4. Mudah diajarkan dan diaplikasikan oleh franchisee
  5. Terdapat dukungan yang berkesinambungan dari franchisor, baik berupa bimbingan operasional, pelatihan, dan promosi
  6. Terdapat hak kekayaan intelektual yang telah terdaftar, baik berupa merek, hak cipta, hak paten, lisensi, dan rahasia dagang yang sudah memiliki sertifikat dari instansi berwenang

Setelah syarat dasar pembuatan perjanjian franchise telah terpenuhi, sebagai pelaku usaha dapat melakukan langkah selanjutnya, yaitu pengajuan STPW melalui sistem Online Single Submission (OSS).

Apa Isi Perjanjian Franchise?

Perjanjian franchise berisikan hak dan kewajiban yang mengikat dan mengatur para pihak, yakni franchisor dan franchisee. Adapun isi dari perjanjian franchise setidaknya meliputi:

  1. Nama dan alamat para pihak;
  2. Jenis Hak Kekayaan Intelektual (HKI), seperti merek dan logo perusahaan, desain gerai/tempat usaha, sistem manajemen atau pemasaran atau racikan bumbu masakan;
  3. Kegiatan usaha yang diperjanjikan;
  4. Hak dan kewajiban pemberi waralaba atau pemberi waralaba lanjutan dan penerima waralaba atau penerima waralaba lanjutan;
  5. Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran yang diberikan;
  6. Batasan wilayah yang diberikan oleh pemberi waralaba atau pemberi waralaba lanjutan;
  7. Jangka waktu perjanjian waralaba;
  8. Tata cara pembayaran;
  9. Kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris;
  10. Penetapan forum penyelesaian sengketa;
  11. Tata cara perpanjangan dan pengakhiran perjanjian waralaba;
  12. Jaminan dari pemberi waralaba atau pemberi waralaba lanjutan;
  13. Jumlah gerai atau tempat usaha yang akan dikelola.

Kontak KH

Berencana ingin menjalankan bisnis franchise, tetapi masih belum memahami terkait rangkaian proses serta dokumen perizinan yang perlu disiapkan? Kontrak Hukum siap membantu!

BACA JUGA: 5 Ide Bisnis Franchise Non Makanan Paling Menjanjikan, Berani Coba?

Hanya dengan biaya mulai Rp1 jutaan, kami dapat membantu untuk membuat dan melakukan peninjauan kontrak perjanjian franchise yang sesuai dengan kebutuhanmu. Dengan estimasi waktu pengerjaan hanya 2-4 hari kerja, Kontrak Hukum menyediakan segala kebutuhan bisnis franchise, termasuk STPW.

Cari tahu selengkapnya mengenai perjanjian franchise dengan kunjungi laman Layanan KH – Perjanjian Franchise. Untuk layanan bisnis lainnya, kamu juga bisa hubungi kami di Tanya KH, ataupun melalui Direct Message (DM) ke Instagram @kontrakhukum.

Mariska

Resident legal marketer and blog writer, passionate about helping SME to grow and contribute to the greater economy.