Skip to main content

Sobat KH pasti pernah melihat iklan rumah dijual dengan keterangan SHM atau HGB bukan? Tahukah Sobat KH, bahwa SHM dan HGB merupakan tingkatan status kepemilikan tanah? Di Indonesia, tanah memang memiliki tingkatan status kepemilikan dan legalitas berupa sertifikat yang berbeda dari mulai Sertifikat Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, hingga Hak Pakai. Karena terdapat beberapa tingkatan dan jenis sertifikat yang berlaku, penting bagi calon pembeli untuk mengetahui terlebih dahulu legalitas yang dimiliki dari bangunan/properti yang akan dibeli. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai perbedaan dari sertifikat tersebut, Kontrak Hukum akan membahas mengenai perbedaan dari SHM dan HGB. Yuk langsung simak penjelasannya berikut ini.

 

Perbedaan SHM dan HGB

Secara kedudukan, SHM memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan kuat dibandingkan dengan HGB. Hal ini karena sertifikat hak milik (SHM) adalah sertifikat yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) atas hak milik atas tanah yang dimiliki. Menurut Undang-Undang Pokok Agraria, hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak milik dapat terjadi karena beberapa cara, diantaranya :

  • Terjadi karena hukum adat.
  • Terjadi karena penetapan pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
  • Terjadi karena ketentuan undang-undang.

Sedangkan hak guna bangunan adalah sertifikat yang diberikan atas penggunaan dan pemanfaatan seluruh atau sebagian tanah untuk digunakan sendiri atau dikerjasamakan dengan pihak lain sehingga secara penguasaan, HGB lebih terbatas dibanding SHM. Menurut Pasal 38 PP 18 Tahun 2021, hak guna bangunan terjadi melalui beberapa cara, yaitu :

  • Hak guna bangunan di atas tanah negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri.
  • Hak guna bangunan di atas tanah hak pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri berdasarkan persetujuan pemegang hak pengelolaan.
  • Hak guna bangunan di atas tanah hak milik terjadi melalui pemberian hak oleh pemegang hak milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Baik sertifikat hak milik maupun hak guna bangunan sebenarnya dapat diberikan kepada warga negara Indonesia atau badan hukum. Namun yang membedakan adalah tidak semua badan hukum dapat menerima hak milik. Menurut PP No 38 Tahun 1963, badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, diantaranya bank yang didirikan oleh negara (Bank Negara), perkumpulan koperasi pertanian, badan-badan keagamaan, dan badan-badan sosial.

Sedangkan dalam HGB, selama badan hukum tersebut didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, maka badan hukum yang dimaksud dapat memperoleh HGB. Jika dalam SHM tidak ada kewajiban dan larangan karena tanah yang dimiliki dikuasai secara sepenuhnya maka dalam HGB terdapat ketentuan mengenai kewajiban untuk pemegang HGB dan larangan yang tidak boleh dilanggar.

Pemegang hak guna bangunan, misalnya berkewajiban untuk melaksanakan pembangunan dan/atau mengusahakan tanahnya sesuai tujuan paling lama 2 tahun sejak hak diberikan, memelihara tanah, menjaga fungsi konservasi sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya serta dilarang untuk mendirikan bangunan permanen yang mengurangi fungsi konservasi tanggul, fungsi konservasi sempadan, atau fungsi konservasi lainnya.

Perbedaan selanjutnya dari SHM dan HGB adalah jangka waktu kepemilikan. Dalam SHM tidak terdapat jangka waktu kepemilikan atau berlaku seumur hidup. Bahkan setelah pemiliknya meninggal, hak milik tersebut dapat diwariskan. Meskipun tidak memiliki jangka waktu, hak milik juga bisa berakhir/dihapuskan karena alasan tertentu, misalnya terjadi pencabutan hak (digunakan untuk kepentingan umum), penyerahan secara sukarela oleh pemiliknya, karena ditelantarkan, jual beli, penghibahan, atau tanah yang dimiliki musnah.

Dalam HGB, jangka waktu penggunaan diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 tahun. Setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaharuan HGB berakhir, maka tanah tersebut kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara, tanah hak pengelolaan, atau pemegang hak milik. HGB juga hanya dapat dihapuskan jika telah berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian, perpanjangan, dan pembaruan haknya atau dibatalkan haknya oleh menteri sebelum jangka waktunya berakhir.

Baca juga: Layanan KH – Menjalankan Usaha

Kontak KH

Nah Sobat KH, itulah penjelasan mengenai perbedaan SHM dan HGB. Bagi Sobat KH yang saat ini berencana melakukan investasi dengan membeli properti, jangan lupa untuk mengecek legalitas yang dimiliki dari bangunan/properti yang akan dibeli. Hal ini karena terdapat berbagai tingkatan hak atas tanah di Indonesia sehingga jangan sampai keliru dan salah ya. Apabila Sobat KH membutuhkan bantuan, memiliki pertanyaan, atau ingin berkonsultasi mengenai hak milik, hak guna bangunan, atau masalah hukum lainnya jangan ragu untuk menghubungi Kontrak Hukum di link berikut Tanya KH .

Mariska

Resident legal marketer and blog writer, passionate about helping SME to grow and contribute to the greater economy.