Skip to main content

Baru-baru ini, tengah ramai diberitakan bahwa pada akhir Mei 2023 lalu Google dikenakan denda sebesar US$32,5 juta atau sekitar Rp487 miliar karena melanggar hak paten yang dipegang oleh produsen speaker asal California, Sonos. Lho, kok bisa?

Ya seperti yang diketahui, paten adalah salah satu jenis kekayaan intelektual yang dilindungi oleh negara dan diberikan kepada inventor atas hasil invensinya yang mempunyai peranan strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum.

Sehingga seseorang yang memiliki paten, berhak atas hak eksklusif invensinya pada waktu tertentu, baik itu pelaksanaannya dijalankan sendiri atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakan invensinya.

Lantas, bagaimana dengan kronologi pelanggaran hak paten yang dilakukan oleh Google? Dan bagaimana jika kasus tersebut dikaitkan dengan ketentuan paten yang berlaku di Indonesia?

Biar nggak mengalami hal serupa, yuk, cek penjelasan selengkapnya berikut ini!

Kronologi Google Langgar Hak Paten Milik Sonos

Sonos telah mengajukan gugatan terhadap Google pada Januari 2020 dan secara khusus mengklaim bahwa Google memperoleh pengetahuan tentang paten melalui kolaborasi sebelumnya antara kedua perusahaan, saat mereka berkolaborasi untuk mengintegrasikan speaker Sonos dengan Google Play Music.

Pada saat itu, Google menggugat balik Sonos, mengklaim bahwa Sonos sebenarnya telah melanggar patennya sendiri. Seperti halnya pertarungan hukum, Sonos kemudian memperluas gugatannya beberapa bulan kemudian.

Melansir dari Engadget, senin (29/5), Hakim Federal California telah memutuskan bahwa Google melanggar hak paten yang dipegang Sonos terkait pemutaran audio yang dapat disinkronkan di beberapa speaker. Fitur ini merupakan inti teknologi Sonos yang telah ada dan dipatenkan selama bertahun-tahun.

Hakim Distrik AS William Alsup telah menetapkan bahwa versi awal produk seperti ChromeCast Audio dan Google Home melanggar hak paten Sonos.

Hakim pun memenangkan Sonos, tetapi memutuskan paten kedua, yang terkait dengan perangkat pengontrol melalui smartphone atau perangkat lain, tidak dilanggar.

Hakim mengatakan bahwa Sonos tidak secara meyakinkan menunjukkan bahwa aplikasi Google Home melanggar paten tersebut, diikuti dengan penolakan empat pelanggaran paten lain yang awalnya digugat Sonos.

Sementara itu, Sonos pun menyampaikan apresiasi dan rasa terima kasih atas kepada hakim dalam menegakkan validitas paten Sonos dan mengakui nilai paten yang dimiliki Sonos.

Secara keseluruhan, Sonos yakin bahwa Google telah melanggar lebih dari 200 paten mereka secara keseluruhan. Ganti rugi yang diberikan oleh hakim, berdasarkan satu bagian penting dari portofolio paten Sonos, dianggap sebagai pengakuan terhadap hak kekayaan intelektual mereka.

Ini bukan pertama kalinya Google dituduh melanggar hak paten Sonos. Pada tahun 2020, seorang hakim federal memutuskan bahwa Google melanggar dua paten Sonos terkait dengan audio nirkabel multi-ruangan.

Hakim memerintahkan Google untuk berhenti menjual produk yang melanggar paten dan membayar kepada Sonos senilai US$50 juta sebagai ganti rugi.

Ketentuan Hak Paten Di Indonesia

Seperti yang disebutkan di atas, hak paten adalah hak eksklusif bagi penemu atas penemuannya di bidang teknologi yang diberikan oleh pemerintah selama jangka waktu tertentu untuk menjalankan sendiri atau memberikan persetujuan pada pihak lain dalam menjalankan penemuannya.

Hak ini memberikan kemudahan bagi suatu individu atau perusahaan untuk mengembangkan inovasinya tanpa perlu khawatir akan pelanggaran.

Dengan adanya hak paten, seseorang atau perusahaan dapat melindungi kekayaan intelektualnya, sehingga tidak sembarang orang dapat menggandakan atau menjual produk atau jasa yang telah dipatenkan.

Namun penting untuk dicatat bahwa untuk mendapatkan perlindungan paten, sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) UU Paten, suatu penemuan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. Harus memiliki unsur kebaruan;
  2. Harus melibatkan langkah-langkah yang inventif;
  3. Harus dapat diterapkan dalam industri.

Lain halnya dengan paten sederhana, apabila suatu penemuan merupakan penyempurnaan dari penemuan sebelumnya, maka syarat-syarat berikut harus dipenuhi antara lain:

  1. Harus memiliki unsur kebaruan;
  2. Harus merupakan pengembangan dari produk atau proses yang telah ada;
  3. Harus memiliki kegunaan praktis
  4. Harus dapat diterapkan dalam industri

Setelah memenuhi seluruh kriteria di atas, barulah seseorang atau perusahaan dapat mendaftarkan hak patennya ke Direktorat Jenderal Kekayaan Industri (DJKI) Kemenkumham.

Jika pendaftarannya diterima, maka DJKI akan memberikan hak paten kepada pemohon dengan jangka waktu selama dua puluh tahun terhitung sejak tanggal penerimaan. Sementara untuk paten sederhana, jangka waktunya adalah sepuluh tahun.

Bagaimana Mengajukan Gugatan Jika Terjadi Pelanggaran Paten?

Seperti yang dilakukan Sonos dalam upaya hukum mempertahankan paten produk speaker pintarnya, pemegang paten di Indonesia juga memiliki opsi untuk melindungi hak-hak mereka dengan mengajukan gugatan.

Gugatan yang dimaksud adalah gugatan ganti rugi yang diajukan ke Pengadilan Niaga di wilayah hukum tempat tinggal dari domisili tergugat. Namun, jika salah satu pihak berada di luar wilayah Indonesia, gugatan dapat diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sesuai dengan Pasal 142 ayat (1) Undang-Undang No 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten).

Untuk dapat mengajukan gugatan terkait dengan pelanggaran hak paten, harus dipastikan juga bahwa tergugat sudah memenuhi syarat yang bisa disebut sebagai pelanggar hak paten berdasarkan Pasal 160 UU Paten, yaitu:

  1. Membuat;
  2. Menjual;
  3. Mengimpor;
  4. Menyewakan;
  5. Menyediakan untuk dijual/disewakan/diserahkan produk yang telah diberi paten;
  6. Serta perbuatan yang menggunakan proses produksi yang telah diberi paten.

Apabila tergugat terbukti telah melanggar hak paten, tidak hanya dikenakan denda seperti hukuman yang diterima Google, namun juga dapat terkena hukuman pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 161 UU Paten, berupa:

  1. Pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah (untuk pelanggaran hak paten);
  2. Atau pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak 500 juta rupiah (untuk pelanggaran hak paten sederhana).

Kontak KH

Demikian kronologi mengenai kasus pelanggaran hak paten Google, serta penjelasan dan kaitannya dengan hukum hak paten di Indonesia.

Semoga informasi di atas semakin menambah pemahaman Sobat KH akan pentingnya menghargai hak kekayaan intelektual orang lain, dan sebagai pencipta karya pun kita harus selalu menjamin keamanannya dengan melakukan pendaftaran ke DJKI.

BACA JUGA: Nokia Menangkan Sengketa Paten Lawan Lenovo, Alasan Kenapa Harus Mendaftarkan Hak Paten!

Nah, jika Sobat KH membutuhkan bantuan mengenai pendaftaran paten, jangan ragu untuk melakukan konsultasi dengan ahli berpengalaman di Kontrak Hukum.

Kamu dapat berkonsultasi mengenai paten dan cara pengajuan surat resmi ke DJKI terkait permohonan bersama Kontrak Hukum kapan saja dan dimana saja secara gratis, lho! Tidak hanya itu, kami juga menyediakan layanan pendaftaran kekayaan intelektual lainnya seperti hak cipta dan merek.

Yuk, lindungi ciptaanmu dengan aman dan mudah melalui laman Layanan KH – Kekayaan Intelektual. Jika ada pertanyaan seputar bisnis lainnya, silakan hubungi kami di Tanya KH ataupun melalui direct message (DM) ke Instagram @kontrakhukum.

Mariska

Resident legal marketer and blog writer, passionate about helping SME to grow and contribute to the greater economy.

Konsul Gratis